Tuesday, 27 December 2011

Sang mantra

Ehm... berhubung sebentar lagi tutup tahun, Rachma mau mengulas ringkas perjalanan PhD di Belanda ini. Eh, tapi gak janji beneran ringkas deng, haha. Kalo jadinya panjang mah, ya nasib yang baca :D.

Sebagai bekgron, Rachma memutuskan mengambil PhD selain karena dapat tawaran, juga karena belum kebayang kerja di mana. Maklum, Rachma termasuk orang yang amat sangat tidak suka sekali disuruh-suruh orang. Jadi kerja -misal- di perusahan yang ada bosnya gitu is a BIG NO NO for me.

Bayangan Rachma tentang PhD itu ya selayaknya orang ngerjain riset pas master. Di awal PhD Rachma semangat tinggi pengen ngerjain ini itu, pengen hasilnya berguna untuk ini itu, de es be. Pokoknya semangat empat lima lah. Tapi tentu saja, kenyataan bercerita lain. Kalau menurut seorang profesor, PhD itu bagaikan proses menikah. Di awal sang cowok menjanjikan banyak hal, tapi seiring berjalannya waktu janji pun tinggal janji :D. Makanya Rachma gak percaya ama janji-janji, baru Rachma acknowledge kalo udah real. Kalo belum mah, ya kaya angin lalu aja, baru medan kata-kata, belum kongkrit :P.

Anyway, bekerja dengan riset pada prakteknya lebih sering gagalnya dibanding berhasilnya. Tentu saja, tiap hari gagal itu tidak baik untuk perkembangan psikologi. Karena hasilnya Rachma mengalami fase di mana Rachma mempertanyakan kapabilitas diri untuk mengerjakan sesuatu. Belum lagi ada hal-hal lain yang sifatnya personal, riweh suriweuh we lah pokoknya.

Dalam hal liburan, awalnya Rachma berniat pulang ke Indo dua tahun sekali. Alasan: ngirit tiket dooong. Tapi, tampaknya dua tahun sekali pulang ke rumah itu bukan pilihan yang sehat. Bertemu dengan keluarga setidaknya setahun sekali deh... buat merecharge rohani. Tepatnya kalo yang Rachma alami itu salah satunya untuk memvalidasi: I am loved.

Ketika hidup sedang berada di titik terbawah, ada filter yang sadar atau tidak sadar muncul di pikiran: siapa yang beneran teman dan siapa yang cuman kenalan. Tentunya, hidup di luar negeri bukan hidup fase nyaman untuk memutuskan atau memilih lingkungan yang baik. Banyak kalanya harus berhadapan dengan kenyataan bahwa kita dikelilingi oleh orang-orang yang lebih banyak membuat kita tidak nyaman.

Dua tahun pertama PhD kurang lebih bisa dianggap masa pancaroba. Banyak hal terjadi, banyak pula paradigma hidup Rachma yang berubah. Rachma yang biasanya berhati riang, hangat, dan terbuka (I mean, really, literally) berubah menjadi dingin dan pilih-pilih. Perubahan itu kalau Rachma terjemahkan adalah bentuk survival. Untuk mengurangi emosi negatif, salah satunya adalah memutuskan untuk tidak merasakan emosi dalam bentuk apa pun. It was indeed a sad choice. Kalau bisa Rachma memilih, tentunya Rachma akan memilih berhati hangat dan penyayang. Namun realita kadang membentuk pribadi yang Rachma pun tidak punya kuasa untuk mengubah, setidaknya saat itu. Sekarang, di kala sewaktu-waktu Rachma mengingat masa-masa itu, I would pretty much hug my self just to make sure that I would be doing just fine, that I did a great job in overcoming those days.

Saat paradigma hidup Rachma berubah, Rachma mulai mengkategorikan orang: temen deket, temen kurang deket, temen yang kerjaannya nyusahin, temen yang kerjaannya ngejek, kenalan lama, orang asing, dan tingkatan aneh: orang-orang yang tidak Rachma suka. Rachma sebut aneh karena tidak menyukai orang lain bisa dibilang BIG NO NO dalam kamus hidup Rachma. Rachma, dulu, selalu berusaha menyukai orang-orang, mau yang kenalan baru, lama, yang unik dan yang jauh sekalipun. Namun, berhubung tinggal di Belanda lumayan lama , yang mana orang-orangnya mengutamakan "brutal honesty" nya, saying no menjadi sesuatu yang lumrah karena penduduknya pun menghargai pilihan personal dan tidak menganggap hal itu sebagai tindakan ofensif. Satu karakter pun terbentuk: I say no to what I don't like, I say no to what I disagree. Beda banget dengan jaman dahulu kala yang mana banyak hal dipertimbangkan demi alasan takut menyakiti hati orang lain. Di sini, level penghargaan orangnya jadi beda-beda. Kalo Rachma menilai dirimu termasuk orang yang gak tau diri, Rachma jadinya bisa sangat apatis, bahkan hostile dan galak. Kalo dulu masih gimana gitu, Rachma menghormati orang gak pilih-pilih, yang gak tau diri pun Rachma hormati. Sekarang tuh kayanya kelintasnya: "orang gak tau diri kok pengen dihormati, cape deeeh". Begitulah, what a life ya... sampe kelintas kaya gitu di kepala Rachma.

Saat itu juga ada fase di mana Rachma sangat tidak menyukai interaksi sosial dengan orang-orang. Di sisi lain, ada ketakutan berlebih bahwa setiap orang berpotensi menyakiti hati Rachma. Akibatnya, banyak hal yang Rachma jadikan tameng untuk melindungi diri, atau bahkan keputusan untuk sekedar tidak berinteraksi dan berlari dari kenyataan. Di saat-saat itu, kalo Rachma pengen nangis, suka diem lama di kamar mandi, ampe nangisnya puas. Atau pulang cepet ke housing, terus nangis ampe ketiduran. I pretty much did not like people. They were just...you know...selfish. Alhasil, metode pilih-pilih temen itu jadi dominan. Lucunya suka adaaa aja ya yang dikasih hati minta jantung. Ah, I did hate interacting with people on that time.

Inspirasi kehidupan banyak muncul dari hal-hal yang tidak di sangka-sangka. Salah satunya: drama (I seriously mean it). Drama yang baik banyak yang di dalamnya ngasi dialog bermakna, di antaranya yang menyangkut kehidupan: bahwa hidup adalah anugrah. Saat itu kan ceritanya Rachma berada dalam fase di mana hidup terasa berat, sangat tidak nyaman, sangat tidak mengenakan. Sebagai orang yang beragama, tentunya menyia-nyiakan kehidupan adalah tindakan yang tidak disukai Allah. Tentu saja, ada keinginan untuk berubah. Namun...Rachma pun seperti kehilangan jati diri. Yang biasanya terlatih menyemangati diri sendiri, saat itu untuk melalui hari saja terasa enggan. Sangat enggan.

Di tahun ketiga Rachma memutuskan untuk mengambil course, biar bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang. Bersosialisasi selayaknya orang yang hidup. Saat itu, banyak hal yang sifatnya manusiawi dan fitrah terasa jadi sangat istimewa. Berdiskusi dengan banyak orang, atau bahkan hal kecil seperti menyapa selamat pagi dan menanyakan kabar terasa sangat berharga. Saat itu, Rachma menyimpulkan betapa tidak sehatnya fase yang Rachma jalani sebelumnya... sampai hal-hal simpel seperti itu terasa sangat spesial. Di sini, banyak catatan kehidupan yang Rachma jadikan pelajaran. Dan lagi-lagi, banyak hal yang Rachma kategorikan dalam kelompok hal/orang yang tidak Rachma suka. Riset di tahun ke-3 pun berjalan so-so. Kayanya saat itu Rachma sudah terbiasa dengan kegagalan. Di sini mulai timbulah karakter dominan: ignorance. Level tinggi.

Saat Rachma pulang ke rumah di akhir tahun ke-3, ada hal lain yang cukup membuat Rachma terhenyak: rapor, ijazah, dan transkrip. Bahkan ada perasaan "tidak kenal" dengan nama yang tertera di dokumen-dokumen itu. Terlalu wah, bahkan terkesan unreachable. Rachma sampai harus melamun panjang, untuk mengingat-ngingat kembali sejarah diri Rachma sendiri. Bahkan Rachma bertanya pada diri Rachma versi masa lalu: bagaimana dirimu bisa mengumpulkan achievement sebanyak itu?

Tentunya ada hal menarik yang Rachma rasakan saat itu. Rasa sayang, rasa segan, dan rasa iri yang Rachma rasakan terhadap versi Rachma di masa lalu. Di sanalah Rachma mulai memahami dan mulai mengurai benang dari kisah-kisah yang membuat Rachma stagnan. Saat itu Rachma menyelami rasa segan yang orang-orang rasakan ketika berinteraksi dengan Rachma. Pun, Rachma memahami rasa iri yang dilontarkan seorang dua orang sampai berujung pada hinaan dan makian terhadap diri Rachma. Juga, Rachma merasakan rasa sayang yang diperlihatkan orang-orang terdekat Rachma. Jadilah saat itu Rachma memutuskan untuk belajar setapak demi setapak untuk menyayangi diri sendiri dan membenahi sedikit demi sedikit apa pun yang harus dibenahi, dengan tidak menyesali apa pun yang telah terjadi. Dengan harapan Rachma bisa menemukan kembali jati diri yang sempat terlupakan.

Hidup tentu saja tidak selalu mudah. Selalu saja ada bagian kisah yang membuat Rachma tidak nyaman. Riset berjalan gitu-gitu aja. Bedanya, saat itu Rachma bertekad untuk maju, menjalani hidup, terlepas kisahnya baik atau kurang baik. Dulu saat membaca pepatah "kalo berusaha keras pasti ada jalan keluarnya"... hmm... tampaknya ini harus dikoreksi :D. Setidaknya setelah bergaul lama dengan riset ini ada hal-hal yang memang udah nasibnya gak ada jalan keluarnya, hahah :P. Di sinilah letak powerfulnya kata "MOVE ON". Bukan bekerja kerasnya yang harus ditekankan, melainkan pikiran jernih dan kerja efektif. Masalah efisiensi, yah tidak semua bisa efisien, tapi setidaknya kita sudah berusaha menjalankan hidup dengan kepala jernih. Di sini lah Rachma mulai membiasakan diri menyebutkan "mantra". Fake it till make it.

Yang Rachma lakukan, di setiap pagi ketika bersiap-siap beraktivitas ... Rachma memaksakan diri tersenyum. Lebih tepatnya melatih diri untuk tersenyum manis ;). Ntah kapan terakhir senyum karena beneran bahagia, bukan senyum karena "to be polite". Plus, di dalam hati selalu menyapa: "Hello, lucky girl!". Mantra ini awalnya terkesan penuh kepalsuan, tapi lama-lama Rachma beneran percaya: I am very lucky. Bahkan hal-hal kecil pun bisa bikin Rachma senang riang gembira dan sering senyum, hehehe.

Sebagai tambahan, Rachma mengubah style berpakaian. Memilih mematchingkan warna-warna cerah, terus hunting wardrobe lucu-lucu yang... ehm... mahal :P. Kalau dikalkulasikan, uang yang Rachma keluarkan buat meng-update wardrobe itu bisa buat beli tanah baru. Ah, but who cares. Gak guna juga Rachma punya tanah banyak kalau psikologinya gak sehat gitu :P. You know, the money that I enjoyed wasting was not called wasted money. 

Ntah cuman pembenaran atau gimana, wardrobe lucu-lucu itu berhasil memperbaiki mood Rachma. I feel good about my self. I feel appreciated. Jadi lebih semangat menjalani hari juga. Tiap ngaca dicermin, ada tambahan mantranya: "Hello, pretty girl!". Haha :P. And it works well, I feel pretty. Hihihihi :P. It works like magic too, I am becoming more happy.
Mantra lain yang Rachma ucapkan yaitu ketika menghadapi suatu masalah Rachma selalu berkata dalam hati: "in the end, everything is gonna be fine, everything is gonna be alright". And well, mungkin dengan seringnya memantrakan itu bebannya serasa berkurang, Rachma nya lebih relax, dan jadi lebih efektif juga kerjanya. Tentunya selalu saja ada problem muncul di luar kendali, namun ketika kitanya happy, legowo, sabar, insya Allah ada jalan keluarnya.

Mantra lain... hmm... bukan mantra sih sebenernya, tapi Rachma ngelist apa-apa yang Rachma punya. Yang gak penting pun dimasukkin. Alhasil, banyaaaaaaaaaak banget hal-hal yang ada di sekitar Rachma yang membuat hidup terasa lebih bermakna dan membuat Rachma bahagia. Di sini, munculah suatu pengingat: "syukuri apa pun yang bisa disyukuri" ;).

Rachma sadar bahwa garis kehidupan tiap orang beda-beda, rezekinya beda-beda, standar bahagianya beda-beda. Namun, apabila kita sedang berada pada fase stagnan, sedang merasa sedih, merasa disakiti, merasa didholimi, atau merasa kurang beruntung... ingatlah bahwa kita gak sendirian, orang lain pun pernah mengalami masa-masa sulit, bahkan mungkin dengan kesulitan yang lebih rumit. Mengubah sesuatu tidaklah mudah. Tapi kalau dikerjakan satu demi satu, sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit juga ;). Mulailah dengan mencintai diri sendiri, melakukan hal-hal yang disenangi, dan tidak usah terlalu mendengarkan ocehan orang lain yang kurang mengenakan. Karena pada akhirnya, omongan orang tinggalah omongan, ada saatnya garis hidup kita tidak lagi bersinggungan dengan mereka. Lupakan yang telah lalu, dan majulah walau setapak demi setapak untuk menjalani masa depan. Ingat juga, selalu ada orang-orang yang menyayangi kita dengan tulus. Yang pada akhirnya kita merasa bahwa garis nasib yang disiapkan oleh Allah adalah hadiah paling indah dalam kehidupan ini. Mudah-mudahan di tahun yang akan datang kita semua lebih bijak, lebih tentram, dan lebih bahagia. 

Alhamdulillah ya, sesuatu banget tulisan ini :D.
Mari-mari, Rachma tidur dulu.

Tuesday, 13 December 2011

Shopping

Yay shopping....

---Dari Snapstore

1. Samsonite Hommage Club
319 Euro jadi 169 Euro

Rachma udah lama banget nyari koper kabin Samsonite yang lagi diskon. Berhubung diskonnya di toko biasanya dikit, jadinya nunggu sale dari private store. Akhirnya nemu juga, senangnyaaaa....


2. Samsonite Freelifer
75 Euro jadi 29 Euro

Hmm... Beli karena lagi diskon aja :D.


---Dari theoutnet

Pas pagi-pagi baru bangun, kepala pening, mata kesat karena kebanyakan mantengin komputer, pikiran puyeng karena mikirin thesis... Eh, tiba-tiba liat web terus ada diskon 85%. Udah deh, ngeklik-ngeklik :D

1. Alexander McQueen
1189 Euro  jadi 178.4 Euro

Sebetulnya pas liatnya itu Rachma mikir.. kok bisa ya tasnya seharga hampir 1200 euro. Karena pengen tau kualitasnya, jadi beli deh :D.



2. Foley+Corinna
489 Euro jadi 73.4 Euro

Kalo diliat-liat koleksi tas item yang cuman item doang itu belum punya yang model satchel kaya di bawah ini. Pas udah order, Rachma baru ngeh kalo talinya itu ternyata gak cuman tali aja tapi ada logam penghubungnya. Jadi Rachma mikir, wah tasnya ternyata jiwa muda banget, bukan tas klasik. Alamat nyari tas item lagi deh. Nasib belanja baru bangun tidur, hehehe.


3. Rupert Sanderson
468.7 Euro jadi 70.3 Euro

Salah satu brand sepatu yang Rachma suka :D.


Yah beginilah, wardrobe Rachma emang modal diskonan, hehehe.

Bagi yang skeptis dengan harganya, hmm... pembelaan Rachma adalah ... "mengeluarkan uang itu tidak seberapa dibanding dengan cenat cenutnya kepala mikirin PhD".

Hmmm
pembelaan yang dilebih-lebihkan, heheh :P.

Soalnya pas udah belanjanya, baru mikir lagi... eh mulai bulan depan kan gajiannya di akhir bulan ya, huhuhu,,,, kebiasaan dapet uang di awal bulan....

Tapi ya itu, cenat cenut PhD nya sebetulnya terhibur pas liat digit gaji postdoc, hehehehe.. Jadi, kalo ada kesempatan... ber-PhD lah sodara-sodara.... demi meningkatkan kualitas WNI cenah ;).

Sekian reportase belanja kali ini.

Rachma tidur dulu.
Mari-mari..

Sunday, 4 December 2011

The perceived value

It is December..
Hmmm
December.

In less than a month it will be a new year.
Hmmm
A new year.

That means, next year I will be 27. Twenty seven... Hmm... I guess I am getting old. I presume getting old means getting wiser, at least a step wiser than the previous year. Don't you agree?

Here in Europe, being 27 means you are not getting any subsidy on travel cost. That is, you are regarded as a mature person who already has a good job and does not need the government to support your living cost, in some particular case of course. So, being 26 means I still have that luxury perceived value to take advantage of whatever it is designed for "young generations". But apparently, even now... I just feel that my life gets stuck for some reasons. And I don't like the vibe I am feeling when I think about the age transition. It's just... I don't know... I am not too excited about it.

Generally speaking, people should be able to create his/her own perceived value. To make themselves presentable, so to say. Judging from my history, it seems that the perceived value of a person was imprinted long long time ago, even before the person recognizes it.

Can the value fool someone?
Of course.

Back in the old days, I always think that being kind means you have to be nice to a person every time, anywhere, conscious and unconsciously. Now, when I get older, facing some good and bad days, get a little naughtier, I find out that sometimes, in order to be as effective as it is, I just need to make people perceive a kindness when we interact directly. The rest is just a mind set and a vibe branding. I also find that branding my self as a nice person is not always a good idea, because..you know...there are just some people out there who feel insecure just because someone else seems to be "nicer". And sometimes it can get complicated too for unreasonable matters.

Do you need to adjust your perceived value?
Well, why would you?

When I feel someone intrudes my peaceful life, I tend to label the person as an "intruder". A person in which I pretty much do not pay attention to, and I could not careless about his/her life. I feel obligated to be nice to such person when I interact directly, but generally do not care too much in a daily basis. Vice versa, I also do not demand such person to take care of me. I pretty much appreciate if such person do not involve too often in the history of my life.

I used to try hard to adjust back then, but currently when I find that someone does not fit in the rhythm of my life, I simply label the person as an "outsider". I choose to be rather selfish to not complicate my life, and walk forward as my life has to go on.

Should you improve your perceived value?
Apparently yes.

When people think that you are somewhat on a lower level, you can get ditched easily. Well, at least that what I have learned. Of course there are also some people who do not have time to look on the mirror and just treat everyone else in a very rude way. At first, I thought this person must have something special to have such high confidence and treat others impolitely. But after some times, I found out that for some reasons you don't need to really have something in order to make people think you have something. Apparently, being shameless and ignorant are probably some skills needed to polish a perceived value of a person.

So, how high do you perceive your own value?

Hmm... You might even find it as a strange question. As a matter of fact, sometimes I also feel frightened to think how much I have changed in perceiving the world, people, and everything in between. I do not know that getting old means dealing with some more complicated things. Often times I feel really tired of living and have no idea what to do. Maybe that is just me. Or maybe... I just need to take some days off to have fun.

Thursday, 17 November 2011

Tanah nan datar

Hmmm... Sebelumnya mohon maaf pada para pengunjung setia, bulan kemaren gak posting satu pun, maklum sibuk :D. Jadi sekarang, mau corat coret dalam rangka refreshing dari nulis yang serius, jadi... Yah siap siap aja baca curahan curahan nggak jelas, heheheh. Jadi ini ceritanya postingan edisi curhat. Kalo situ lagi gak mau baca yang beginian, bisa diskip ajah ;).

So..so... Ceritanya sekarang Rachma lagi ngejar deadline thesis. Hmmm... Perlu keajaiban di sana sini, soalnya apa ya... mesti mikir-sumikir mau nulis apa di thesisnya, hahahahah. Perlu magic banget ini :D.

Eniwei, hmmm, ini sebetulnya Rachma bingung... corat coretnya mulai dari mana ya...

Hmmm.

Ini udah kaya bikin chapter thesis, nulis paragrafnya mesti mikir, hihih, bahkan untuk curhat yang baik dan benar pun jadi suseh ye. Hadeuh...

Oh, Rachma belum bilang ya, kalo sekarang lagi seneng koleksi perpancian. Di sini banyak banget panci panci lucu (yang harganya juga lucu). Tapi karena belinya lagi diskon, yah, worth it lah (anggap aja gitu da tanggung udah beli, hehe). Nah, sebelum masuk sesi curhat beneran, Rachma mau ngenalin panci dulu ajah. Anggap aja kita lagi acara "kopi sore", jadi segala diobrolin. Begitchu.

1. BK

Nah, nah, bagi Anda ibu-ibu, atau bapak-bapak, Mbak, Teteh, penyuka panci lucu... Kalo panci yang dari Belanda ini panci terkenalnya merknya BK. Rachma pesen satu set panci BK seri conical, harganya....masuk kategori "Omigod", satu set isi 5 panci harganya 484 euro. Mahal ye... Tapi da penasaran pengen punya, jadi beli ajah, hehehehe, lagian Rachma dapet yang lagi diskon :D. Nah, si panci panci omigod ini pas dilihat, wah...pokoknya subhanallah ...sesuatu banget. Bahannya stainless steel, keliatan baguuuuuuuuuus bangeeeeeet. Ampe Rachma terkagum kagum liatnya, hahaha. Beda ya ,,, harga tidak menipu, hihi. Walopun ada yang komentar: "itu nanti tega gak pakenya?"
Hmm... We'll see. Tega ajalah, masa udah dibeli gak dipake :D

2. Fissler

Merk ini adalah merk buatan Jerman. Beda dengan BK yang di pancinya cuman ditulis "designed in Holland", yang ntah itu dibikinnya di mana, di panci Fissler ini langsung tercetak "made in Germany". Hari ini harusnya panci ini udah nyampe, tapi berhubung tadi di kampus, jadinya missed deh. Oh iya, alasan beli panci ini awalnya tertarik dengan seri "crispy", bahannya stainless steel bisa buat panggangan. Ceritanya kalo lagi pengen bikin sate atau steak, bisa pake panci ini. Tentunya, nih panci masuk kategori omigod juga, hahahah, susah emang,,, yang lucu lucu ini harganya mahal :D. Untuk mendapat harga murah, akhirnya pesanlah Rachma dari online shop di Jerman, dapet yang lagi diskon, jadi aja belinya banyak, hihihi. Sekalian beli panci set juga. Ceritanya, biar Rachma gak rebutan panci lucu ama Mama, seandainya ntar pindah ke rumah masa depan, hehehehe.

3. Sola

Maaf, yang ini bukan panci, tapi sendok, heheh. Biar gak bikin sub bahasan baru, jadi nebeng di sini. Sola ini merk cutlery keluaran Belanda. Harganya bervariasi, ada yang satu setnya nyampe ribuan euro, yang pas Rachma baca-baca bahannya itu platina. Wah, niat ya, sendok makannya platina. Jadi inget peribahasa: "terlahir dengan sendok perak di mulut". Mungkin ada variasi "terlahir dengan sendok platina di mulut", kan platina lebih mahal dari emas dan perak :D.
Eniwei, pesanlah Rachma satu set sendoknya, yang buat 9 orang. Pas nyampe, wah, kok sendoknya lebar lebar ya, dan berat. Hmm...tanggung dah dibeli, jadi yah, we'll see ajah. Eh, yang Rachma beli ini bukan yang seri platina ya, tapi set stainless steel 18/10, yakni 18% chrom dan 10% nikel. Makin besar persentase nikelnya semakin bagus. Jadi kalo beli yang 18/0, tanggung pisan.

Sebetulnya Rachma ngecengin juga panci merk Le Creuset, tapi karena udah beli panci enamelnya Cuisinart yang subhanallah beratnya,,,, jadi dilewat aja, kecuali kalo ada budget tiba-tiba, hehe. Oh, ada merk panci yang Rachma suka juga, merknya Demeyere keluaran Belgia. Mirip Le Creuset, nih merk pelit banget diskonnya, paling banter cuman 30%. Jadi panci yang seukuran seuprit aja, yang diameter 16 cm, udah didiskon pun masih sekitar 200-an euro. Hadeuh, mending beli sepatu baru aja.

Hmmm,

Sekian coretan pembukanya :D.

Tadi pas awal nulis postingan, mood Rachma lagi gak puguh, setelah nulis-nulis tentang panci dan teman-temannya, moodnya jadi baikan, heheheh :D.

Jadi ya, karena tekanan tinggi deadline ini, mood Rachma jadi gak jelas ke sana ke mari. Ceritanya nih, keseringan depan komputer bikin mata ampe merah-merah dan berair. Udah gitu, tangan kanan ampe pernah sakit karena keseringan ngeklik mouse. Ampe mikir, hadeuuuuh..jangan jangan kena itu lagi, kelainan otot yang disebabkan repetitive movement. Ada loh temen yang kena, recovery nya ampe tiga bulan. Hmm... Padahal kan lagi perlu banget kerja kontinyu. Terus, lagi wajib wajibnya ngerjain sesuatu, eh, malah tiba tiba mudah cape, dan kepala pusing pusing. Hmm... Begitulah, banyak hal yang terjadi... Hehe.

Kalo lagi kaya gitu, yah suka kerasa galau gak jelas. Dan emosi emosi tertentu itu mengingatkan kejadian kejadian tertentu juga. Misal, Rachma ngobrol sama temen bule, dia ini orangnya suka ngobrol seenaknya, misal bilang "si ini tuh stupid atau apa sih". Nah, Rachma itu paling gak suka mendengar kata stupid, bodoh, dan sebangsanya, walo yang diejeknya itu orang lain. Soalnya suka apa ya, itu tuh melambangkan kesombongan, dan kesombongan itu kan bajunya Allah. Gak pantes gitu kan kalo kita merebut bajunya Sang Khalik. Jadi vibenya tuh suka gimana gitu.

Nah, jaman dahulu kala, ada kenalan yang sering banget bilang: "Rachma, kamu tuh bodoh banget ya"... dengan redaksi yang berbeda-beda tapi sering. Saat Rachma pertama denger itu, ada hawa hawa sakit yang terselip, dan tentu saja air mata yang tertahan. Saat itu, tentunya, Rachma merasa berkewajiban berusaha bersabar, memahami, dan memaafkan, demi mengamalkan sila sila pedoman jadi orang baik. Oh, sempet juga mikir, dia ini berani bilang gitu, IPKnya 4.1 kali ya? :P

Di lain waktu, ada pula kata kata terlontar, ada orang yang menginginkan Rachma meninggal, supaya masalah dia terselesaikan. Saat itu, kembali ada rasa sakit yang terselip. Lucunya, saat ruhiyah sedang tidak pada jalan yang benar, ada pikiran terbersit "benarkah Rachma harus meninggal, supaya orang ini bisa bahagia?". Pun, saat itu Rachma merasa berkewajiban menjadi orang baik, dan berupaya mendahulukan kebahagian orang lain,,, sampai terbersit pertimbangan tentang yang meninggal meninggal tadi. Di saat yang lain, ada momen di mana Rachma harus sekuat tenaga berdiam diri, berusaha untuk tidak memperkeruh suasana. Yang akibatnya, hidup Rachma yang jadi keruh :P. Kalo diinget-inget, hadeuh, kok bisa ya Rachma membiarkan diri terjajah begitu. Naif bener.

Momen momen itu terlewati, jadi bagian masa lalu, namun vibenya masih terasa. Ada hal hal mirip yang memicu, dan tanpa sadar membuat Rachma mengingat masa masa penuh duri kaya gitu (heheheh, lebay :P). Satu hal yang Rachma simpulkan: pandai-pandailah memilih teman. Ada orang yang porsinya cukup berlabel "kenalan lama", and that's it. Apalagi, berhubung sekarang Rachma sudah kecipratan kebiasaan orang Belanda dengan "brutal honesty" nya, Rachma pun bisa dengan lempengnya bilang, misal "you are annoying, I don't want to be your friend." Kalo diinget inget ngeri juga sih, Rachma kelamaan di Belanda jadi gitu ye :P. Jadi sama sekali gak pake ba bi bu, langsung to the point.

Kadang, Rachma mengingat-ngingat jalur hidup, kebiasaan yang Rachma lakukan dulu sebelum terjerumus dengan realita dunia. Sekarang, Rachma cenderung "guarded" ketika berhadapan dengan banyak hal. Banyak yang difilter, jadinya kadang melupakan sifat sifat fitrah manusia. Rachma sedikit banyak bahkan iri, melihat orang-orang yang dengan bebasnya meluapkan emosi: marah, sedih, atau bahagia. Atau ketika melihat seseorang yang begitu bebasnya mengekspresikan rasa cinta dan kasih sayang. Rasa-rasa fitrah yang tentunya tidak bisa Rachma beli dengan mengklik paypal atau menggesek kartu.

Ada bagian hidup yang datar, di mana dunia terasa terbentang luas namun stagnan. Banyak hal yang ingin Rachma ekspresikan, namun terlalu banyak konstrain yang harus dipertimbangkan. Tentu saja, di saat-saat itulah, Rachma harus memaksakan diri untuk bertopang pada keyakinan, bahwa Allah senantiasa melihat dan memelihara hamba-Nya, mengabulkan do'a dan harapan, dan mempersiapkan hari esok yang terbaik untuk tiap hamba-Nya.

Hmmm, ternyata menulis bikin ngantuk :D.

Jadi sodara-sodara sebangsa dan setanah air, mari kita mensyukuri apa pun yang bisa disyukuri. Yang gak penting pun disyukuri. Bisa nulis blog, alhamdulillah. Bisa baca blog, alhamdulillah. Bisa tidur pun alhamdulillah. Bisa ngegerakin tangan mencet keyboard dan ngeklik mouse, alhamdulillah. Bisa beli panci lucu-lucu juga alhamdulillah. Dirimu ketawa-ketawa gak jelas baca isi blog ini pun, alhamdulillah. Dan seterusnya... Dan seterusnya...

:D
Sekian dulu corat coretnya. Rachma tidur dulu.
Yuk yak yuk...

Sunday, 25 September 2011

Bedding

Ehm, sebelum bulan September berakhir... Rachma harus setor dulu satu postingan, heheheh. Berhubung lagi gak mau mikir, jadi postingannya yang gak pake mikir ajah. Dan kali ini topiknya adalah: bedding, yang berhubungan dengan dekorasi tempat tidur.

Sebagai informasi... ini Rachma posting via iPad menggunakan keyboard wirelessnya Apple. Karena... alkisah... Macbook Rachma ketumpahan teh manis, jadi weh si keyboardnya crispy karena mungkin gulanya mengering,,, mrgreen. Awalnya sih nahan nahan diri gak beli keyboard eksternal, tapi berhubung akhir-akhir ini banyak kerjaan (sok sibuk gitu deh mrgreen), jadi emosi Rachma mudah naik. Dengan kata lain, si keyboard crispy ini bikin Rachma bad mood tiap kali ada missed alphabets di ketikan Rachma. Jadilah pesen keyboard sekaligus trackpad. Those two are awesome products. Apalagi keyboardnya.... sukaaaaa.... hehehehe. Kecuali harganya yang Rachma gak suka.. mahal sih, heuheuh. Tapi yah, kemaren kemaren, Macbook nya ketumpahan teh manis lagi.... trackpadnya juga kena... hhhh.... tambah badmood jadinya. Walo punya trackpad baru... ya tetep ajah gak ridho trackpad built in nya bermasalah. Udah gitu ya, setelah harus narik nafas panjang karena ngeluarin uang buat beli keyboard dan trackpad... eh... taunya kaca mata Rachma penyok.... jadi weh mesti ganti frame dan pesen lensa baru (duh...). Lagi gak punya budget ... malah banyak accidental costs. Oh, Rachma belum bilang juga yah kalo speaker Z-10 tiba-tiba mati juga. Kalo udah inget itu, malah jadi pengen ketawa, ketawa miris maksudnyah razz. Anyway, kan daripada sedih sedih mulu, hidup mah tetep harus jalan... jadi... mari kita belanja lagih...hahahah.

Oiya, kembali ke topik. Kan ini Rachma mau cerita tentang bedding ya. Jadi, kan kamar Rachma di Indo itu belum ada beddingnya. Terus, di sini kan banyak tuh dekorasi bedding yang lucu-lucu... jadinya kan ada alasan buat belanja gitu... mrgreen. Mari kita mulai bahasannya:

1. Duvet
Kalo di Indo tidurnya pake selimut, kalo di sini tidurnya pake sistem duvet. Duvet ini beraneka ragam level kehangatannya, tentunya disesuaikan dengan musim: dingin, semi, panas, atau gugur. Bahannya juga beda-beda, ada yang sintetik ada yang natural. Nah, yang mau Rachma bahas ini yang bahannya natural, yaitu: Hungarian goose down. Dari yang Rachma baca, Hungarian goose down itu berkualias tinggi (harganya juga tinggi mrgreen). Rachma kan paling gak suka ya kalo beli barang full price, jadilah nyari yang lagi diskon. Tentunya internet jadi sahabat yang menyenangkan, kalo mau pesen apa atau membandingkan harga, ya tinggal browsing ajah. Nah, si duvet angsa yang lagi Rachma cari itu harganya mahal pisan, berkisar 3-6 juta per duvet (ukuran King). Tentu sajah, Rachma kan harus nyadar diri, uangnya pas pasan ... jadi harus nyari harga yang pas juga (pas mau beli Macbook ada.. pas mau beli duvet ada... pas mau beli tas idaman ada... heheheh razz). Tibalah Rachma nemu yang lagi diskon 50% terus ada additional diskon 10%, walo tetep harganya mahal... tetep beli da penasaran ama the legendary Hungarian goose down, heuheuh. Ntar kalo penasaran terus, Rachma gak bisa tidur lagi mrgreen. Nah, Rachma pesen dari UK, pesen satu duvet King yang Hungarian goose down, sama satu ukuran double ... yang ini mah dari bebek, terus beli juga quilted matress protector, ukuran super king soalnya pengen beli bed yang gede kalo dah di Indo mrgreen, juga beli bantalnya... soalnya ukuran bantal standar Belanda dan UK itu beda. Setelah pesanannya nyampe, tentu saja yang pertama diliat adalah si bulu angsa. Jadi, duvetnya itu ringan tapi kaya nangkep udara... jadi ngegelembung tebel gitu. Terus kalo dipake tidur itu empuuuuuuuuk banget, dan hangaaaaaaaat. Ampe kadang jadi keringetan kalo tiba-tiba cuaca Groningennya cerah. Overall, Rachma suka si duvet angsa itu... nyaman... pantes aja ya harganya mahal, heuheuh.

2. Duvet cover
Nah.. nah... dari jauh jauh hari kan sebetulnya Rachma udah mengoleksi duvet cover, tapi banyakannya buat ukuran single dan beli produknya Belanda. Pas Rachma browsing duvet covernya produk Inggris... wah...wah... lebih bervariasi, lebih niat dekornya... banyak yang bisa dimatchingkan dari mulai duvet cover, gorden, valance, ampe throw... wah, pokoknya kamarnya keliatan cantiiiiik. Tentunya, Rachma juga nyari info kalo pesen duvet cover di Indo dengan bahan, misal jacquard, kena biaya berapa. Dari informasi, termasuk dari hasil nanya langsung ke pembuat duvet cover... kenanya itu bisa sampai 2 juta. Wah, sama kaya full pricenya duvet cover di sini (yang mahalnya maksudnya, kalo nyari yang murah ya ada juga). Kalo temen cowok kan komentarnya: "perlu ya beli duvet cover 2 juta???". Tentu saja jawabannya: perluuuuuuuuuu, biar lucu, enak diliat mrgreen. Karena begitulah, kami para cewek memang suka yang lucu-lucu walo yang lucu itu biasanya mahal, heheheh. Eh, gak semua cewek sih, setidaknya Rachma ya kaya gitu razz. Ah, pokoknya yah, dalam rangka pengen punya kamar yang enakeun, jadilah Rachma mulai hunting duvet cover dari UK, demi menemukan yang harganya diskon gede-gedean dan shipping costnya manusiawi. Dan tentu saja, di mana ada kemauan di situ ada jalan (demi duvet cover yang lucu mrgreen)... akhirnya nemu juga, terus pesen deh. Berhubung, walopun udah diskon 70% plus ada additional discount 20%, tetep we eta si duvet cover dan perintilannya teh mahal, hahahah, jadi Rachma cuman pesen dua set. Yang satu, tentu sajah, pesennya buat Rachma mrgreen, pesen duvet cover sama throw nya. Pas liatnya ya... wah, subhanallah banget... itu desainnya cantiiiiiik... harganya yang gak murah jadi ujug-ujug gak Rachma peduliiin, saking sukanya ama produknya, heheh. Kalo yang satu lagi Rachma pesen duvet cover plus gordennya, buat orang rumah. Gordennya bagus, jadi dua lapis gitu, bahannya juga bagus, desainnya juga bagus... ah, pokoknya Rachma suka, heheheh. Oya, pas order duvet cover ini, Rachma pesen duvet yang lain juga, bahannya sintetik. Pas Rachma coba... hadeuh... ini kerasa banget penurunan level dari si duvet angsa, heuheuheu. Pesan moral: jangan membiasakan diri punya barang mahal razz.

3. Valance, throw/bedspread
Kalo yang niat mematchingkan semua, bisa pesen valance nya sekalian. Yang dimaksud valance itu yang rumbainya, buat nutupin divan. Tapi biasanya ada juga yang berupa fitted valance, jadi sekalian bisa sebagai penutup matras sekalian nutupin divan. Kalau yang throw itu bentuknya quilted dan tebel, kalo bedspread lebih tipis (lebih mirip sprei nya Indo).

Sekarang... mari kita cuci mata bedding berikut ini...



Sekian dulu postingan kali ini...

Tuesday, 2 August 2011

The red

Valentino Garavani wallet, rockstud collection








Thursday, 14 July 2011

The nude shoes

I like nude colors and alike, such as beige, dusty pink, light peach, etc. From the previous purchase, I am starting to eye Giuseppe Zanotti's shoes, hoping to find good deal. But well, still no bargain. I start to think that finding the apparels is like finding a soulmate. When it's meant to be, sooner or later, I will get it. But when it's not mine-to-be, the goods can be sold out, or I can't use my CC, or I can't use paypal, or the item is lost during transit,,, hmm... a lot can happen. Anyway, after some time searching for nude shoes with the right shade, and of course the right price, I finally score these shoes from a Germany outlet. 
Patent leather pumps

 
I am not a devil who wears Prada, and those shoes are definitely comfy, ready to take me anywhere to explore the world. Nevertheless, thinking about all those cool finds, I am so happy that I am currently living in Europe. But then, I am not too happy to see my bank statement this month, haha.

Friday, 1 July 2011

The shoes

Since the right shoes can change your life. Just ask Cinderella!

1. Rupert Sanderson

Daisy patent leather sling back pumps, from Luisaviaroma






2. Giuseppe Zanotti
Black pointed patent leather pumps, from Stylebop




3. Tabitha Simmons
 Cecilia velvet pumps, from Theoutnet





When I feel a bit tired walking this full-of-surprise path of life, a pair of good shoes does help.

Popular Posts