Salah satu hal indah di dunia ini adalah ketika kita bisa mengucapkan terima kasih, baik itu terhadap sesuatu yang menggembirakan hati, maupun sebaliknya. Terima kasih adalah frase mungil yang ringan untuk diucapkan, tinggal dipoles sedikit dengan sebuah senyum manis, niscaya dunia indah berwarna. Ya gak?
. Bahkan, Rachma mikir, kata "terima kasih" udah mirip mantra, semakin sering diucapkan baik lisan maupun dalam hati, semakin tinggi pula kadar ketentraman yang didapatkan. Oh, tentunya, akan lebih afdol lagi kalo kata "terima kasih"-nya diganti dengan "alhamdulillah".
Berterima kasih atas suatu hal yang menyenangkan adalah suatu keniscayaan, dalam artian orang lebih mudah membiasakan diri untuk berterima kasih atas hal bahagia. Namun berterima kasih atas hal yang tidak menyenangkan,,, nah ini nih perlu banget pembelajaran dan kesabaran. Jadi, mari kita urai poin-poin dalam rangka berterima kasih atas suatu hal yang tidak menyenangkan hati:
1. Berhusnudhan pada Allah
Saat menerima sesuatu yang tidak menyenangkan hati, satu hal yang perlu diingat adalah bahwa hal tidak menyenangkan hati itu adalah salah satu "makhluk" Allah. Tentunya, Allah tidak akan mengirim/menitipkan hal tadi tanpa tujuan yang berkualitas. Mau pikiran ampe mumet sekalipun, hati cape gak karuan, atau otak puyeng gak jelas ujungnya... tetep mesti dipegang:
everything happens for a really good reason.
2. Pendewasaan diri
Rachma pikir... orang yang hidupnya penuh cobaan adalah orang yang paliiiing beruntung. Melalui alam, pribadinya dididik, dilatih, dan diasah, sedemikian sehingga tumbuh jadi orang yang amat bijak, penuh ketenangan, dan penuh kebahagian. Segala pedih, sakit, dan kerisauan hati yang dia alami, juga air mata yang jadi saksi ... sudah cukup menaburkan banyak ilmu untuknya, membuat dirinya lebih baik dari hari kemarin. Bahkan ketika banyak manusia yang mencemooh, atau menghina, sepertinya makhluk lain di dunia ini tau benar pendidikan apa yang telah ia jalani, usaha apa yang telah ia jalankan, juga segala hadiah yang telah dan akan dia dapatkan.
Do'sDalam rangka membiasakan diri menjadi orang yang berterima kasih, ada hal-hal yang perlu dibiasakan, di antaranya:
1. Tersenyum
Menurut pendapat subjektif Rachma... "orang yang jarang tersenyum adalah orang paling
miskin sedunia". I really pity you, if you are a person who seldom smiles.
2. Berpikir
Lagi, pendapat subjektif Rachma...
the coolest person on earth is the one who thinks before acting. Koridor berpikir kira-kira sebagai berikut:
- Yang pertama digunakan adalah paradigma berpikir Islami. Atau kalo meminjam istilah murabbi Rachma, logika yang digunakan adalah logika Allah. Kenapa ini penting? Yah, pada akhirnya semuanya akan dipertanggungjawabkan di akhirat pake hukum Allah.
- Yang diutamakan adalah kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi. Pribadi di sini bisa diri kita sendiri, bisa juga orang lain sebagai makhluk individu. Ini penting karena kalo dah nyangkut kepentingan umum, seandainya ada salah, ntar maaf-maaf-annya ribet, mesti minta maaf ama banyak orang. Udah gitu belum tentu semua ngasi maaf. Ntar kalo di akhirat itung-itungannya dibayar pake amal, bisa-bisa tabungan amal abis dunk, riweuh eta mah. Kecuali kalo pede yah, tabungan amalnya buanyaaak ampe cukup buat bayar hal-hal kaya gitu.
- Seandainya kepentingan umum udah pada level safe, dan yang tersisa adalah kepentingan diri sendiri dan kepentingan pihak lain, pertimbangannya seperti ini:
~ Ngambil level aman: sebisa mungkin mendahulukan kepentingan individu lain, sekiranya kepentingan sendiri masih bisa di-handle walo dengan usaha ekstra (ekstra waktu dan ekstra hati ). Di sini haqul yaqin saja, usaha ekstra yang dilakukan akan dibayar Sang Pencipta dengan harga lebih tinggi.
~ Kalo individu lainnya sok iye dan kurang tau diri, cukup pake usaha minimum sajah, kecuali kalo lagi punya banyak energi buat beramal, heheheh .
- Jangan lupa untuk menggunakan common sense. Kadang, dalam situasi tertentu,,, seseorang terbuai untuk melakukan
hal baik dan merasa
sholeh/sholehah atas keputusannya itu. Padahal, ketika keputusan itu dinilai dari sudut "common sense", boleh jadi keputusan itu termasuk pada level "st*pid", "egois", "oportunis", "gak masuk akal", atau "lebay".
3. Menjaga harga diri
Harga diri,,, hmm,,, artinya... setiap individu itu ada harganya. Adalah naif untuk menepis kenyataan bahwa manusia itu memang ada levelnya. Tentu saja, memang tidak baik untuk "judge the book from its cover", tapi bukan hal yang salah untuk "judge the book from its content"
. Anyway, intinya mah sebagai makhluk individu, seorang manusia harus yakin bahwa manusia itu punya harga diri, harga yang tinggi. Kalo ampe ragu akan hal ini, itu sama aja kaya meragukan kredibilitas Sang Pencipta. Yang bisa menurunkan atau menaikkan harga diri tadi itu balik lagi ke sang individu, di antaranya bisa dilihat dari cara bersikap, cara berbicara, cara membawa diri, dan Rachma tambahkan satu poin lagi: caranya berterima kasih pada suatu hal yang tidak mengenakan hati (ini khusus poin tambahan yang ada dalam kamus hidup Rachma
). Dalam konteks harga diri ini, ada poin-poin yang Rachma pegang, di antaranya:
- pasal 1: Sikap, perbuatan, dan kata-kata seseorang (pihak A) terhadap seseorang yang lain (pihak B) tidak serta merta menambah atau mengurangi kualitas pihak B.
Pujian tidak lantas menambah kualitas, demikian juga hinaan/makian tidak lantas mengurangi kualitas diri seseorang. Ketika ada yang memuji, ucapkan "alhamdulillah", ketika ada yang menghina ucapkan "astaghfirullah" dan doákan orang itu dapet hidayah.
- pasal 2: Demi kebaikan bersama, demi kebaikan keluarga/keturunan, jangan merendahkan diri sendiri dengan membalas hal jelek dengan hal jelek lagi. Mendingan naik kelas dengan memperbanyak amalan baik.
Pahala bersabar nilainya lebih besar, dan ada Pihak lain yang lebih efektif dan lebih berhak dalam hal balas membalas ini: Allah, sebaik-baiknya Pembalas. Perbuatan jelek ada yang balasannya langsung di dunia, ntah itu dirasakan sendiri, atau dirasakan oleh pihak lain yang dikasihi (keluarga misal). Perbuatan baik rantainya lebih panjang, bisa dirasakan manfaatnya oleh diri sendiri, pihak lain, saat ini, maupun saat mendatang.
- pasal 3: Jangan mau jadi budak sesuatu, termasuk budak emosi.
Seorang makhluk dewasa harus bisa me-manage emosinya sendiri. Atau dalam kalimat lain, sebagai tuan rumah di badan sendiri, ya harusnya bisa meng-handle emosi yang datang/dititipkan pada kita. Seandainya ada emosi negatif, jangan sampe deh membiarkan emosi itu menguasai diri. Kurang keren aja gitu,,, heheh. Inget harga diri lah... .
4. Bring the best out of everything
Menurut Rachma, salah satu hal advanced dari proyek "berterima kasih" ini adalah menyikapi sesuatu dengan positif, dan berhasil mengekstrak hal yang positif juga. Biasanya, hal ini akan berkaitan dengan paradigma berpikir (point of view). Kalo dasar berpikirnya udah beda, ya tanggapan akan suatu hal yang sama juga keluarnya jadinya beda, karena basic dan start awalnya beda.
Contoh kasus 1:
Gak ada angin gak ada ujan, ada orang yang "
apparently m*ss up my day and p*ss me off". Cara Rachma nanggepin itu:
- Amazed. Di tengah-tengah pusingnya kepala mikirin satu dan lain hal, ada orang di luar sana yang masih punya waktu untuk bikin mood orang lain jadi jelek. Jadi, di sini Rachma anggap sebagai "hiburan gratis". Apalagi kalo orang bersangkutan berpendidikan tinggi, saat itu Rachma akan tercengang-cengang sambil mikir "hoho... ada ya yang pendidikannya tinggi tapi kelakuannya kaya gitu. Hmm... menarik... menarik... ", sambil manggut-manggut kaya lagi menyimak studi kasus atau lagi nonton dorama.
- Amazed, lagi, tapi untuk alasan lain. Jika kasusnya dilakukan sang oknum dengan sadar, Rachma gak abis pikir, gimana cara ada orang yang ngerasa aman-aman aja, jalan lenggang kangkung di atas bumi ini, padahal udah bikin hati orang lain upside-down. Turut berduka cita karena sang oknum telah rela dijadikan alat tipu daya setan, yang dengan perbuatannya ada balasan yang menghantui dan siap lepas kapan saja, juga tawa setan sebagai backsound karena udah berhasil nambah temen, atau dunia yang mengutuk "shame on you". Semoga cepat diberikan hidayah, belajar banyak, nambah ilmu, dan nambah bijak.
- Berterima kasih karena telah menyadarkan Rachma bahwa di dunia ini ada orang-orang yang unbelievably-psycho, simply-a-jerk, and so-so-random-people.
- Berterima kasih karena telah dengan rela menjadi figuran yang mempercepat proses pembelajaran Rachma dalam bersikap dan memoles diri menghadapi dunia nyata.
- Berterima kasih karena memberikan ladang amal bagi Rachma untuk bersabar dan memperbesar chance dikabulkannya doá-doá Rachma.
- Berterima kasih karena sudah dengan rela mengambil beberapa dosa Rachma, dan mungkin ngasi kesempatan buat Rachma minta sebagian amal dia di akhirat untuk membayar beberapa tetes air mata yang sempat jatuh.
*eh, itu ngambil sisi positif atau mafia-rules sih? Hihihih*
Contoh kasus 2:
Ada orang yang sudah nikah, terus dia protes banget sama habit suaminya yang gak mau ganti baju lain, alias bajunya itu-itu ajah, dipake ampe kumel banget. Terus dia ngerasa insecure dan jealous sama mantan-mantan suaminya yang dia pikir lebih wah dan mengancam pernikahan mereka. Suggestions:
- Jangan mempermasalahkan hal-hal kecil. Tiap pasangan tentunya ada proses adaptasi. Dan di kasus tadi, sang istri masih termasuk beruntung, cuman mesti berurusan ama habit suami yang hobi banget make baju kesayangannya. Di luar sana, ada istri yang berjuang ama habit suami yang merokok, atau mungkin berjudi, atau mungkin hobi koleksi banyak istri. Selalu ada orang yang kisahnya lebih dramatis, jadi syukuri sajah, dan selsekan pake kepala dingin, penuh cinta
. Seorang istri tentunya tidak punya kuasa mengubah sikap/cara berpikir suaminya. Tapi ia bisa menginspirasi suaminya untuk berubah, sedikit demi sedikit. Toh di dunia ini, gak ada orang yang mau dipaksa, dan hadapi kenyataan sajah, keluar dari comfort zone itu memang susah. Coba deh, inget lagi hukum Newton I, II, dan III, dan lebih penting lagi, coba inget masa-masa romantis dan harapan-harapan indah yang membuat terseleksinya suami tadi
.
- Tentang insecurity, hmm... barangkali Rachma akan mendoktrin semua cewek di dunia untuk yakin bahwa setiap perempuan itu menarik dan berhak untuk mendapatkan respect dari suaminya. Peduli amat kalo ada cewek-cewek lain yang
terlihat lebih wah, lebih cantik, lebih muda, atau lebih apa gitu. You are beautiful too. You are gorgeous, smart, attractive, and have a lot of things to offer to your husband. It's his honor to have you as his wife. [gyahahaha, nulis ini Rachma serasa jadi feminis, hihih]
- Historical jealousy about his ex's. Hmm... I would say, don't live in the past, but live for this present. And for some good reasons you don't want to know, there are a lot of things that are better unspoken. Daripada cape-cape buang-buang energi gak jelas buat cemburu, mendingan berterima kasih sajah pada mantan-mantan tersebut [kekekek, what a thought
]. Anyway, seorang laki-laki yang tadinya lahir sebagai "a mama's boy", kemudian berubah menjadi "a real man"... tentunya perubahan hidup itu tidak lepas dari orang-orang yang datang dan pergi dari kehidupan dia di masa lalu, termasuk mantan-mantannya. Those ex's have helped your husband shape his acts, and be the better man you are marrying now. So, the best thing to do is to thank those women. Even if they are considered enemies, I would suggest to keep the so-called-enemies closer than your friends
.
5. Kejujuran
Level yang lebih advanced dari positive thinking adalah jujur. Dan karena proyek berterima kasih ini banyak berkaitan dengan mengolah emosi dan pikiran, ada hal-hal yang perlu diperhatikan:
- jangan malu untuk mengakui bahwa manusia itu lemah.
Daripada berpura-pura tegar, mendingan dengan jujur mengakui suatu keadaan emosi yang dirasakan pada saat bersangkutan. Berikan waktu untuk benar-benar meresapi dan merasakan emosi tadi, terus pikirkan akar masalahnya, dari mana asalnya, dan mengapa hal itu bisa mengganggu kestabilan emosi diri. Dan tentu saja, cari solusinya. Rachma pikir, itu lebih baik daripada nahan-nahan emosi dan jadinya tuh emosi membludak suatu saat karena dah gak terbendung lagi. Misal, kalo Rachma lagi sedih dan pengen nangis, ya Rachma mah nangis ajah, heheh. Eh, kalo gak, ditahan ampe pulang ke rumah, terus nangis sepuasnya
. Itu Rachma rasain lebih meringankan beban, soalnya Rachma gak usah berpura-pura kuat ampe harus nahan nangis lama-lama, pengen nangis mah nangis ajah, heheh. Abis lega baru deh mikirin gimana nyelsein masalahnya.
- berani menyuarakan kejujuran itu
Kadang, setelah menganalisis masalah, ketauan akarnya di mana, tapi kadang ada rasa takut untuk mengutarakan kejujuran itu, ntah karena terlalu kontroversial, atau karena hal lain. Di sini, ada hal yang juga Rachma amati, orang akan memilih mendengar kisah yang dipoles dibanding dengan kenyataan itu sendiri. Mungkin bungkusnya adalah empati, pengertian, dan sejenisnya. Tapi Rachma pikir, kadang manusia harus disentil dengan kejujuran, walopun itu gak enak hati, tujuannya biar bangun, biar gak terbuai hal semu.
Hahah, ini Rachma ngetik gak kerasa udah panjaaang. Hmm, jadi yang bagian don'ts-nya untuk membiasakan berterima kasih ini dibuat ringkas saja.
Don'ts1. Marah
It's a big No No. Kalopun beneran marah, ya coba tahan ajah, anggap aja bakar kalori, lebih ampuh daripada diet ketat (mungkin itu juga yang bikin Rachma tetep kurus, heheh
).
2. Mengeluarkan kata-kata kasar
Sebagai perempuan (yah laki-laki juga sama deng), adalah suatu pantangan besar untuk mengeluarkan kata-kata yang levelnya kasar-gahar. Atau kalau kata orang tua, perempuan yang kata-katanya kasar nilainya langsung minus banyak.
3. Menganggap diri paling ini itu
Let's get real, akan selalu ada orang yang lebih ini itu juga, jadi kagak usah sok iye
. Mengenal diri sendiri cukup untuk menanamkan percaya diri, bukan untuk merendahkan orang lain.
4. Banyak berprasangka
Kalo pengen diri aman tentram bahagia, jangan cape-cape mikir yang aneh-aneh, mikirnya yang perlu-perlu ajah, hehe.
Yah, segitu dulu postingan kali ini, bisi kepanjangan
. Mari belajar berterima kasih atas hidup ini. Dan dalam rangka menjalani fase awal umur perak, dengan ini Rachma berterima kasih pada orang-orang baik dan orang-orang kurang baik yang telah menorehkan kisah dalam sejarah hidup Rachma.
Dank je wel allemaal.