In life, you always have choices:
"busy living", or "busy dying".
Either way, you don't need to worry too much.
Just relax, enjoy every single thing in your life.
Because for whatever happens,
You ARE on God's hand,
as always.
Semua orang ingin bahagia, dan tentunya memang setiap orang berhak untuk bahagia. Tapi gimana cara menuju bahagia? Nah, kayanya tiap orang beda-beda nerjemahinnya. Dulu pas masih kecil, Rachma suka mikir kalo orang dewasa itu bahagia, punya uang sendiri, bisa beli ini itu, bebas begini begitu. Jadi saat itu Rachma pengen banget cepet dewasa. Ketika sudah dewasa, eh dewasa relatif ya, jadi diganti pake 'tambah umur'
. Pas udah nambah umur, Rachma pun mikir,,, wah... ternyata lebih enak jadi anak kecil, ini itu disediain, gak usah mikir ini itu. Atau di lain waktu Rachma mikir,,, orang yang udah nikah tampak bahagia, jadi ada saat-saat Rachma mikir bahwa pernikahan adalah shortcut menuju bahagia. Tapi, apakah benar seperti itu?
Baru-baru ini, Rachma semangat main game
Castle Age. Game ini tidak terlepas dari yang namanya 'quest'. Kalo pengen naik level, ya mesti rajin nge-quest. Rachma pikir, hidup pun seperti itu, ada level-levelnya sendiri, ada questnya sendiri, ada rewardnya sendiri. Ada tahap-tahap yang harus dijalani sebelum seseorang bisa benar-benar memaknai apa itu bahagia, apa itu kedamaian, apa itu ketentraman hidup.
Sederhananya, everything is a state of mind. Yang kalo diterjemahkan lugas, kalo kita berpikir kita bahagia, ya kita bakal bahagia. Tapi tentu saja untuk sampai pada level itu, level di mana kita bisa mengatur pikiran kita, ada hal-hal lain yang wajib dimaknai. Dan sebagai bahan awal perbincangan kali ini Rachma akan bahas salah satu fondasi dalam memaknai kebahagiaan:
~[[ ... You are responsible for your own happiness ... ]]~
Independen banget ya? Hihihihi. Tapi kalo diteliti lebih jauh lagi, emang bener kan kaya gitu. Sebagai seorang makhluk dewasa, bukan suatu hal yang aneh untuk menyadari bahwa
your happiness is your own responsibility. It's a big NO NO to expect anyone else shape your ego, or maybe drowning in your own thinking hoping someone else will make you happy. You have to get up, stand up right, do something real. Dan mungkin perlu jadi catatan juga, berdasarkan pengalaman,,, ketika Rachma menunjukkan sikap lemah pada hidup, hidup malah jadi keras sama Rachma. Sebaliknya kalo Rachma keras sama hidup, hidup jadi melunak. Kaya prinsip kesetimbangan gitu kali yak
. Jadi aja Rachma pun berikrar:
Wahai hidup, liat aja,,, Rachma akan menaklukanmuwh!!!
*backsound pahlawan bertopeng.. hueheheheh
*
Contoh kasus, pernah ngerasa sedih karena orang lain gak berbuat sesuatu seperti yang diharapkan? Well, Rachma pernah, ehm... pas jaman muda dulu... sering malah (ehehehe, kaya sekarang udah tua aja
). Tapi setelah malang melintang di dunia ini, Rachma ngerasa cape kalo harus terus berharap pada orang lain, jadi kayaknya mending stop ajah, hehe. Soalnya setelah dipikir-pikir, iya sih sebagai makhluk sosial, adanya harapan kaya gitu tuh wajar aja, tapi jadi ada nilai minusnya, terutama dalam hal mendidik diri sendiri. Jadi kaya membiasakan diri sendiri dependen sama orang lain, dan tanpa sadar kita tuh jadi mematikan potensi diri sendiri dalam hal penyelesaian suatu masalah. Analoginya, kalo lagi main game (heheh, maaf game mulu
), kan suka ada game yang menyediakan fasilitas 'hint'. Nah, kalo dari awalnya udah bergantung pada hint, ya kita jadi gak terlatih untuk nyelsein gamenya. Beda kan kalo emang udah berniat mau main game tanpa menggunakan hint, itu pasti ngadak-ngadak kita meres otak biar tuh level terlewati tanpa hint, heheh. Ato kalo ngutip perkataan temen mah "
if you still have backbone, don't ever use your wishbone".
Masih ingat prinsip Matematika tentang "komutatif"? Itu lo, yang a+b = b+a ... Nah, Rachma lagi berusaha menerapkan prinsip itu dalam kehidupan. Contoh cerita, satu waktu ada orang protes-protes ke Rachma. Intinya sih, dia protes,,, kenapa Rachma tuh gak 'friendly' ke dia cenah, cenderung banyak diem kaya gak peduli. Orang ini ceritanya ngerasa sedih, marah, ngerasa gak dianggep. Pas lagi menyimak orang itu ngomel-ngomel... Rachma dengan lempengnya nginget-nginget dulu,,,
Rachma kenal orang ini kapan ya, di mana. Intinya karena gak ngerasa deket kali ya, makanya jadi mudah lupa (I am deeply sorry for that). Pas orang itu marah-marah, Rachma pun masih lempeng mikir...
kenapa dia teh marah-marah sama Rachma? Gak cape apa yak . Terus ketika orang itu bilang kalo dia gak suka dengan sikap dingin Rachma pleus menuntut Rachma bersikap menyenangkan hati dia... tiba-tiba ada pertanyaan "ah-ha" yang terlintas di kepala:
why should I make him happy? Mungkin itu terkesan jahat gitu ya, tapi pertanyaan itu kadang jadi Rachma tujukan pada diri Rachma sendiri, ketika Rachma kesel dan pengen protes-protes sama orang: w
hy should they make me happy? Why do I expect them to satisfy my needs? I am not a child anymore... I am supposed to take good care of my own life by my own self, aren't I?. Dan setelah terbiasa bertumpu pada diri sendiri, tanpa disadari Rachma pun berkembang jadi kaya orang multifungsi, huehehehe
, ini bisa itu bisa, ini tau itu tau,,,, hohohoho... skill and knowledge are definitely power. Lagian, ribet banget kalo mesti nunggu faktor luar buat bikin hidup lebih bahagia. Mendingan udah lah, mulai belajar bertumpu pada diri sendiri aja, optimalkan semua potensi yang dimiliki,
expand your own life, decorate your own rhythm, build up your own happiness. There will be time you meet someone who can enrich your happiness, but before that... of course you don't want to just die waiting, do you?
Bahasan selanjutnya:
~[[ ... Relax... don't take everything personally ... ]]~
Nothing is personal. You can't take control over anyone's action, except your own. Jadi jangan cape-cape mikirin tindak tanduk atau keputusan orang lain (hayo, coba diliat lagi, ada tanduknya nggak? hihih). Dalam lingkup zat kimia, ada yang namanya sifat "flammable", mudah terbakar. Nah, dalam rangka menuju bahagia, jangan jadi orang yang flammable: mudah marah, mudah tersinggung, pundungan,,, 'cause that is so NOT kewl. Contoh kasus, ada orang yang berkata A tentang Rachma. Dan Rachma tuh merasa itu sebagai penghinaan, yang tentunya sebagai manusia, Rachma bisa saja marah, sedih, atau kesel. Karena Rachma berjanji pada diri sendiri bahwa Rachma akan menjamin kebahagiaan Rachma sendiri, jadinya sekarang itu kalo ada orang yang ngomongin sesuatu yang bikin gak enak hati, Rachma analogikan orang itu ngomong kaya gini: eh, Rachma tinggi badannya 2 meter!, yang mana itu amat sangat tidak benar, dan bisa Rachma cuekkin dengan mudah
. Di sini tentunya sikap "ignorance" jadi faktor krusial.
Atau kasus lain, misal ada orang yang gak tau diri tiba-tiba datang ke kehidupan Rachma dan memporak-porandakan ntah itu emosi atau ritme hidup Rachma. Sekarang mah Rachma mikirnya gini, orang kaya gitu tuh gak pantes bertahan lama dalam pikiran Rachma. Rachma dengan tegas menolak memikirkan orang kaya gitu, dengan tegas menolak mengalokasikan waktu untuk bersedih karena orang itu. I mean, if you are a person who once ruined my life, and then you expect that you still have place in my mind, in my precious world? Haha, you wish! I don't want to burden my mind to keep something unworthy. Walo tiap orang berhak dimaafkan, nya tetep we mesti nyadar diri gitchuuu...
. Ini kesannya mafia banget, hehehe, tapi dalam hidup, kadang ada saat-saat diri ini harus egois dan gak pedulian. Karena kalau tidak, itu sama saja dengan membiarkan diri sendiri menderita, membiarkan jiwa sendiri digerogoti, ampe sakit dan riweuh sendiri. I'm sure no one wants that. It's another big NO NO to let yourself tortured. Rachma sih dulu perlu waktu yang puanjang buat bisa tegaan-gak pedulian sama sesuatu. Dalam rentang waktu yang sama pula, Rachma merasakan namanya "wrecked brain", "exhausted heart", so d*mn tiring. It was almost driving me crazy, so to say. Tapi kalo Rachma tidak pernah mengalami momen mengerikan seperti itu, barangkali malah jadi nganggap hidup sebagai bahan "take it for granted". Dengan mengalami masa-masa seperti itu, jadi lebih bisa memahami bagaimana rasanya saat "down", dan jadi lebih bisa mensyukuri apa-apa yang datang ke kehidupan Rachma.
~[[... Mind your mind ...]]~
Hal paling ngefek dari memaknai bahagia adalah mengelola pikiran. Ada hal amazing dari pikiran manusia, misal untuk suatu masalah kecil, kalo pikiran mengamplifikasi masalah tersebut, bisa jadi titik akhirnya tuh masalah kecil berubah jadi masalah yang buesar-ruwet-ribet. Yang tentunya, kesimpulan akhirnya adalah pikiran kitalah yang justru nyusahin diri sendiri, heheheh
. Jadi kalo tiba-tiba ngadepin sesuatu yang tidak menyenangkan, yang harus diwaspadai adalah sejauh apa pikiran kita memperuwet masalah yang ada. So... belajarlah berpikir simpel, teratur, sistematik. Tentukan prioritas, hilangkan masalah-masalah kecil, dan kecilkan masalah-masalah besar. Jangan mendholimi diri sendiri ateuh, dirimu teh cuman satu-satunya di dunia ini, gak ada gantinya. Jadi, diri sendiri tuh mesti disayang-sayang gitu lho. Jangan suka mikir yang ruwet-ruwet, kasian otaknya, hehehehe.
Oh, Rachma mu share juga... sering denger kan kalimat "kalo bahagia jangan terlalu bahagia, kalo sedih jangan terlalu sedih, yang sedang-sedang saja". Rachma yakin, makna kalimat itu tuh bisa diterjemahin beda-beda ama orang. Kalo dari Rachma sendiri, dalam memaknai hal itu tuh jadinya malah kerasa "hesitate", ragu dalam menikmati momen bahagia. Seolah, menikmati bahagia seoptimal mungkin itu adalah suatu kejahatan. Lalu efeknya apa? Hmm,,, jadilah Rachma melewatkan banyak momen yang seharusnya bisa di-capture to its fullest boundary. Rachma ragu menikmati momen bahagia, karena takut tiba-tiba momen sedih datang. Yang tentunya itu teh bikin hidup jadi ribet. Kalo ingin jiwa tumbuh sehat, harus bisa "seize the happiness". Masalah nanti ada momen sedih ato apa, ya itu mah namanya juga hidup. Momen sedih itu bisa dibilang suatu hal yang pasti akan ada dalam perjalanan hidup seseorang. Tinggal masalahnya, bisa gak ngambil bekal energi seoptimal mungkin ketika momen bahagia ada di depan mata? Dan apa itu bahagia,,, video di bawah ini sangat representatif dalam mengingatkan hakikat kebahagian, keh-ren. Rachma dapet link-nya tadi pagi dari temen lab, heheh.
Di videonya jelas terlihat bagaimana seseorang menikmati tiap hal dalam hidupnya. Hal-hal yang mungkin terlihat kecil, sepele, tapi kalo dijalani dan disyukuri mah, itu teh bisa jadi sumber kebahagiaan tak ternilai harganya. Bersyukur pada apa-apa yang dimiliki, baik kelebihan, maupun kekurangan, baik hal yang indah maupun hal yang bikin sesek hati. Kalau ditelaah lebih spesifik, tentunya setiap orang punya kelemahan/rasa takutnya masing-masing. Dalam hidupnya, ia pun cenderung diuji di titik lemahnya itu. Misal, untuk si A ... kejadian 1 bisa jadi persoalan yang amat besar, bisa ampe bikin kepala dia sakit, pleus hati juga sakit (halah!
). Tapi bagi si B, kejadian 1 itu bukan masalah sama sekali. Sebagai gantinya, ada kejadian 2 yang bikin si B pusing tujuh keliling. Bisa jadi juga, bagi si A, kejadian 2 itu hanyalah masalah ece-ece. Apapun bentuknya, Rachma pikir, semua kejadian yang terjadi dalam hidup adalah bentuk kasih sayang Allah. Jadi, jangan pernah takut, jangan pernah bersedih, karena Allah mah senantiasa dekat, senantiasa memelihara kita. Dan kalau kita jujur pada diri sendiri, tidak bisa disangkal, bahwa tiap manusia adalah bukti nyata kebesaran Illahi. Akan selalu ada alasan untuk bersyukur pada Sang Khalik. Akan selalu ada alasan untuk merasa bahagia.
Sebagai intermezzo, ini Rachma nulis demi menghilangkan hawa dingin Groningen yang lagi tertutup salju setinggi 45 cm... hehe. Anyway, Rachma mu kasi contoh kasus, ada seseorang yang -menurut Rachma- kaya ngerasa gak pede tentang beberapa hal dalam kehidupannya, terus jadinya dia teh kaya kurang bahagia gitu. Sebagai seseorang yang dari sononya narsis, heheh, tentu saja itu sedikit banyak menarik perhatian Rachma... karena menurut Rachma mah ya orang itu teh punya sebejibun alasan untuk pede. Dan Rachma teh jadinya bingung sendiri, kenapa dia teh menghabiskan energi hidupnya untuk memikirkan hal-hal yang bikin dirinya sendiri ngerasa gak nyaman (di sini Rachma terjemahkan gak nyaman, karena Rachma ngerasa orang itu jadi kaya gak bebas mengekspresikan dirinya, kerasa banget vibe hesitate-nya tuh gede). Singkat cerita, karena udah dari sononya ada bakat scientist (mungkin ada bakat detektif juga, hihih), Rachma pun niat sekali mencermati dan mempelajari paradigma berpikir orang itu, beserta kegiatan-kegiatan kesehariannya... dengan kesimpulan akhir,
that person is an outstanding one, totally charming in a unique way. Dan tolong ya, jarang-jarang kan Rachma muji, hihihihih. Cuman kayaknya, dia sendiri gak nyadar, ato belum nyadar, eh ato gak mau nyadar ya,,, kalo dia teh sebetulnya orang yang "menarik". Pan logisnya mah dia teh harusnya bisa lebih menikmati dan mensyukuri hidupnya gitu ya, tidak melulu gloomy. Rachma ngeliatnya tuh jadi... aduh, sayang banget... seseorang yang brilian seperti itu terjebak dalam paradigma yang kurang tepat, sedemikian sehingga dia melewatkan momen-momen kebahagiaan hidupnya. Ah, tapi manusia mah emang unik ya, harus ada momen-momennya tersendiri untuk bisa lebih memahami kasih sayang Illahi. Kadang Rachma dengan niatnya mendoákan orang itu cepet dikasi ilham, hihihih, saking gemesnya
.
Makna lain dari pengamatan Rachma terhadap orang itu adalah membantu Rachma untuk lebih percaya diri (nah lo, heheh). Misal gini, orang itu, sebut saja Z, punya sifat 1,2,3, etc yang menurut dia itu adalah suatu hal yang tidak menyenangkan, tidak diterima umum. Dan Rachma pas tau itu, tentunya bingung, karena sifat 1,2,3, etc itu adalah sifat-sifat yang lumrah, dan diterima dengan baik di lingkungan pergaulan Rachma dan teman-teman, bahkan Rachma malah mikir justru sifat-sifat itulah yang bikin dia unik menarik. Jadinya bisa diliat kan, bahwa sesuatu itu relatif tergantung acuan. Nah, efeknya di Rachma adalah,,, sebagai manusia tentunya Rachma juga punya sifat 4,5,6, etc yang kadang Rachma ngerasa takut ato ragu untuk mengekpresikan itu, ntah karena takut tidak diterima lingkungan, takut dianggap aneh, takut ini itu. Tapi dengan melihat kasus pengamatan Rachma tadi, jadinya Rachma dapet satu clarity, bahwa tiap orang dengan pembawaan dirinya masing-masing pada akhirnya akan bertemu dengan orang-orang atau lingkungan yang me-welcome dia apa adanya. Dan pas menyadari itu, Rachma ngerasa lega, serasa ada kekhawatiran yang lepas gitu,,, bahwa untuk apapun yang terjadi, it's one step closer to your best living environment. Ato kalo mau romantisan,
it's one step closer to the right one [ aih... aih... suit.. suit.. prikitiw].
Udara luar semakin mendingin sodara-sodara, sang salju turun dengan makin derasnya... dan Rachma ngetik ini malah nguantukkk
. Sebelum menutup corat coret ini, Rachma mu negasin juga satu hal, dalam kaitan me-manage pikiran: jangan merasa iri kalo orang lain
terlihat lebih sukses,
terlihat lebih bahagia. Yah, bahasa kerennya mah, jangan merendahkan diri sendiri dengan menyimpan rasa iri dalam hati. Kan ceritanya sayang sama diri sendiri ateuh, gimana cara mau bahagia kalo hati sendiri dibiarkan digerogoti penyakit iri. Hal ini tuh ada kaitannya dengan proverb yang ada di lirik OST sleeping beauty:
visions are seldom all they seem. Kita tuh gak pernah tau cerita
behind the scene-nya seseorang. Misal, sebagai contoh taruhlah Rachma teh terlihat sebagai orang yang suangat bahagia (hihih, lebay
). Terus, misal... ini mah misal ya, dirimu teh ngeliatnya malah kaya "show off", terus jatuhnya malah jadi agak sentimen sama Rachma, atau malah iri, ato apa gitu yang aneh-aneh (sekali lagi ini mah misal
). Nah, sebelum buang-buang energi, riweuh-riweuh ngerasa iri sama kebahagiaan Rachma (tssaah, pede pisan gini, hihih), kan akan lebih baik kalo dirimu teh memfokuskan energi buat building your own happiness, gitchuuu. Soalnya, kalo dirimu tau cerita detail hidup Rachma (hayhay, yang bener-bener detail, hihih), bisa jadi justru dirimulah yang skenario hidupnya jauh...jauh lebih beruntung, lebih indah, lebih bahagia. Rachma negasin hal ini, karena pernah ngeliat kasus, ada orang yang ntah kenapa seneng banget memelihara penyakit hati (btw, Rachma pernah juga kok kena penyakit hati, namanya juga manusia
). Cuman, jangan sampe kita tuh jadi sibuk ngurusin hidup orang lain gitu lo, terus jadi lupa ngembangin hidup sendiri, kan gak keren banget. Setiap orang mah punya jalan hidupnya masing-masing, dan tentunya dengan chance kebahagiaan yang sama. Jadi, focus on your life, focus on your own happiness first. That way, you will have much much more energy to make the others happy. Jangan kebalikannya, berjuang setengah mati ngebahagiain orang lain, sementara diri sendiri dibiarkan menderita terdholimi. Mau melow-melow romantisan mah boleh, tapi ya tetep harus realistis-logis, jangan ampe nyakitin diri sendiri. Hanya mengingatkan saja,
you are not superman, you can't make everyone happy, and if you try, you'll die trying.
Weuh, ngantuk beneran kieu. Udahan dulu ah. Selamat mencari kebahagiaan hidupmuwh, jangan pernah menyerah, yakin lah... semua bakal ada balasan baiknya
.
*disclaimer: untuk semua pihak terkait di kasus yang Rachma jadiin contoh, dimohon kedewasaannya untuk rela membagi pengalaman. Mari kita ambil sisi baiknya saja.