Orang bijak bilang, hidup adalah proses pembelajaran. Ada bagian bahagia, ada bagian sedih, layaknya roda yang berputar... ada saatnya di bawah, ada saatnya di atas. Dan bahkan, mungkin skenario hidup menggiring pertemuan dengan orang-orang yang kurang tepat, agar saat manusia bertemu dengan pasangan tepatnya, ia akan belajar bersyukur atas pemberian Sang Khalik. Namun, seberapa jauhkah manusia percaya akan hal ini? Seberapa dalamkah manusia berhusnudhan terhadap Penciptanya?
Sebagai makhluk single (lagi menghindari kata jomblo
) ... pertanyaan yang sama kerap terulang:
Kapan nikahnya? Nunggu apalagi? Tinggal nentuin pilihan aja kan? Kenapa gak sama si ini aja? Ato si itu? Biasanya Rachma menghindar menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, ato gak pake mikir bilang
belum mikirin nikah deket-deket ini. Tapi apakah begitu adanya? Bahwa Rachma tidak memikirkan nikah? Tentu tidak! (jyahahahah, kaya iklan obat cacing
). Sebagai makhluk normal, sayah sangat memikirkan nikah (kekekek... menekankan kata normal
). Walopun secara histori si sayah ini teh belum pernah punya pacar, kalo kisah-kisah mah pernah atuh (yaiks, mirip pengakuan dosa... heheheh). Dan jangan salahkan Rachma, bahwa dengan adanya kisah-kisah itu ... sekarang jadi lebih bijaksana dalam menimbang dan memilih siapa yang akan jadi qawam Rachma (jadi Jendral, bahasa lugasnya mah si sayah teh justru jadi lebih picky ... hihihih
).
Kehidupan mengajarkan Rachma untuk berhati-hati, bahkan dalam menerapkan prinsip husnudhan pada orang lain. Bahwa pada kenyataannya, banyak tabir cerita dunia yang ditutup-tutupi, bahwa mengenakan topeng dan menjaga image adalah suatu hal yang lazim, bahwa secara disadari atau tidak... manusia pada dasarnya ingin bermain aman, bahkan sampai pada keadaan ingin sholeh/sholehah sendiri. Tapi apakah Rachma berhak mengeneralisasi semua orang seperti itu? Tentu tidak (iklan deui
). Berusaha untuk mempercayai bahwa masih ada orang-orang yang jujur -setidaknya berusaha seoptimal mungkin untuk jujur-, yang sinkron antara perbuatan dan perkataannya, walo mungkin jumlahnya tidak banyak. Seperti mencari mutiara di dasar laut mungkin, su-syeeh. Dan tentu saja, yang perlu ditekankan adalah berusaha untuk senantiasa berhusnudhan pada Allah, untuk apapun yang terjadi dalam hidup Rachma.
Salah satu kalimat pelipur lara bagi makhluk single di antaranya:
calonnya mah udah ada, tapi masih dirahasiakan oleh Allah, biar jadi surprise. Jadi, yang seharusnya dilakukan adalah bersiap-siap untuk menyambut sang jodoh. Dalam memaknai hal itu, misal dalam rangka menghibur diri, atau menghibur orang lain, kadang Rachma mengganti kata "putus/there's something wrong with the relationship" dengan "hari pembebasan", kekekekek. Misal, temen Rachma ada yang putus in relationshipnya, biasa lah cewek suka rada lebay, pake nangis-nangis segala. Biasanya Rachma komentar:
kenapa malah sedih? Harusnya mah seneng, ketawa, ini tuh hari pembebasan kamu.
Lebih cepet lebih baik ... tau bahwa orang itu tuh bukan jodoh kamu. Jadi kan gak buang-buang waktu dan energi di orang yang salah. Tinggal hepi-hepi ... karena kamu bakalan ketemu orang yang lebih baik. Kalimat yang ringan, padahal untuk memaknai itu teh suseeeeeeh, butuh keikhlasan dan kepercayaan diri
. Tapi setelah kegenggam maknanya, hidup terasa indah, serius! Sepuluh rius malah... oh, seratus rius juga boleh
.
Rachma termasuk orang yang emosinya tidak begitu fluktuatif. Jadi kalo tiba-tiba Rachma merasakan suatu emosi yang dominan, ntah itu kesel, kangen, ato apa gitu.. bisa langsung mendeteksi bahwa kondisi hati Rachma lagi gak stabil. Prinsip Rachma, ketika diri ini menilai suatu hal di luar diri sendiri dengan penilaian konotasi negatif yang terlalu tinggi, itu justru indikasi bahwa ruhiyah Rachma lagi terjangkit penyakit hati, alias mesti banyak istighfar. Pernah, suatu ketika... salah seorang teman bercerita tentang kisah bahagianya, semangat 45 lah pokoknya, sangat antusias. Awal-awal, walo kepala lagi mumet karena kerjaan, Rachma masih menanggapi dengan kepala dingin, berusaha merespon seantusias mungkin. Tapi, dasarnya emang saat itu ruhiyah lagi perlu siraman rohani, ntah kenapa yang timbul di hati Rachma saat itu adalah
iri dan
kesel. Demi norma kesopanan, Rachma menguatkan diri untuk menanggapi obrolan-obrolan itu, yang ntah kenapa terasa sangat panjang dan membosankan... dan malah bikin hati Rachma gundah dan sesek... sampai pada fase
I can't handle it anymore,
it's so exhausting. Hikmah yang Rachma ambil, hati-hati kalo cerita-cerita sama orang, mesti tau dulu kondisi lawan bicara kaya gimana, jangan sampe mendholimi sang pendengar cerita, karena disengaja ato tidak, pihak yang terdholimi akan sedih hatinya,
and being sad is not fun at all :) . Dan satu lagi pembelajaran yang bisa didapat,
ada saatnya 'being selfish' menjadi solusi. Bahwa diri ini harus menyadari kapasitas hati, tau limit dan boundary yang masih bisa ditolerir. Karena jika terlalu jauh, terlalu lelah, terlalu exhausted, proses recovery hati menjadi lebih sulit. Ingat, pertanggungjawaban berbuat baik itu tidak hanya terhadap orang lain, tapi juga terhadap diri sendiri. So, stay away from destructive behavior, and make sure you don't hurt yourself
. The selfish says:
you're not responsible for the others' happiness, and the consequence is that you may not expect others to make you happy. And the wise man says,
be good to your self, so that you can be good to others better, and eventually the others will be good to you. Yah, tawadzun tetap jadi pilihan, hehehe.
Balik lagi ke masalah pasangan hidup, soalnya mulai ngelantur ngetiknya
. Kalo Rachma nasehatin adik cewek Rachma, biasanya Rachma bilang, mau bagaimana pun jalan jodoh itu dateng (mu dijodohin kek, mu ketemu di mall, di bis, ato dikenalin temen, ato apapun itu), yang bertanggung jawab terhadap pilihan itu adalah diri sendiri. Dan sebagai cewek, amat sangat wajib untuk picky (gyahahahaha mendoktrin ...
). Kalo Rachma mungkin berargumennya karena memilih pemimpin, yang ntarnya harus Rachma patuhi dalam kebaikan, yang harus Rachma hormati dan cintai bagaimana pun keadaannya. Dan tentu sajah, kesempatan untuk memilih dan menimbang itu adalah sebelum nikah, kalo udah nikah mah udah nasib eta mah... baik buruknya udah wajib diterima, udah bukan masanya untuk komplen atau menyesali keputusan sendiri. Makanya, kalo pas di awal-awal udah ketauan jeleknya, itu harusnya disyukuri, ketauan lebih awal. Kalo ketauan udah nikah mah, rieut ntarnya
.
The man you choose is the man you get, ntah Rachma baca ini dari mana, lupa, hehehe. Intinya sih emang jangan milih sembarangan. Nikah itu bukan tujuan akhir. Setelah nikah bakal banyak hal yang harus dilalui bersama. Bahwa orang yang dipilih itu bakal jadi partner seumur hidup. Yang tentunya tidak selamanya sehat, ada saat sakitnya. Tidak selamanya keuangan lancar, ada saat kurang lancarnya. Tidak selamanya pemikirannya sejalan, ada saat bentroknya... de el el (kalo diterusin kepanjangan ntar
). Tapi tentu sajah, kebijaksanaan dalam memilih pasangan (alias picky, kekekek
)... harus dibarengi dengan sadar diri, sodara-sodara. Jangan sampai hati berharap dapet yang begini begitu, sementara sendirinya belum nyampe ke level itu. Kalo terlalu jomplang gitu mah namanya mendholimi pasangan, heheheheh.
Ceritanya nih Rachma termasuk orang yang susah jatuh cinta... umm... I wonder ... is that related to the fact that I'm a scientist? So that the person should flirt harder to have me notice him? (Jyahahahah, jadi ngeri sendiri
). Tapi untuk kemudahan, tentu sajah Rachma harus membuat list (udah kaya pesen blueprint
) untuk membantu mengerti diri sendiri ... apa sih sebenernya yang Rachma perlukan dari pasangan. Ini bukan berarti Rachma mengkampanyekan "being picky" dalam konotasi negatif... tapi tentu sajah untuk menjalani hidup itu harus realistis... bahwa makan cinta aja gak cukup, heheheh.
Biasanya, Rachma tau karakter yang Rachma suka, baik yang abstrak maupun yang kongkrit... saat hati dan pikiran Rachma lagi eror (seriously!!!). Karena kalo lagi biasa-biasa aja, hidup Rachma udah indah... kalo ada yang bikin sedih atau kesel, bisa recovery sendiri. Walo yang lain jutek jahat, Rachma mah bisa mengondisikan diri sendiri untuk selalu senang bahagia. Otomatis, memang Rachma menyadari... kayanya susah buat seseorang bisa ngambil hati Rachma (... ada idiom lain lagi gak sih selain mengambil hati? Ngeri
), harus bener-bener yang unik dan menarik gitu kali yak. Dan walopun udah ada kecenderungan dikit, biasanya itu teh sama Rachma masih diproses secara logika, makanya prosesnya teh lamaaaaaaaa. Kadang, yang lucunya... misal setelah proses lama itu naik fase jadi ingin meng-iyakan, taunya teh cowoknya udah nyerah duluan... (nyahahahahaha... so you see, how being patient can be really priceless, kekekek). Pas kondisinya kaya gitu, otomatis kan ada sedikit
patah hati tuh, dan seperti sudah bisa ditebak... Rachma mah recoverynya juga cepet (xixixixix
), dan yang kaya gitu mah gak termasuk level "kisah"... weheheheh. Sisi positifnya sih, ya... belajar banyak hal, belajar mengenal dan beradaptasi dengan karakter yang berbeda-beda. Walo sebetulnya dalam hati berazzam, pengennya hati Rachma cuman pernah dihinggapi satu nama saja, calon suami. Namun ternyata hidup mah gak sesimpel itu, jadi ini mungkin pembenaran kalo ntar cerita-cerita sama suami,,,
abis ketemu sama dirimu teh ternyata perjuangannya susaaaah,,, harus melalui kisah ini kisah itu, kekekekek... lebay
.Blue print: Rachma suka sama orang yang low profile (eh, emangnya ada ya yang suka sama yang high profile?
), jujur dan apa adanya (ah, how I love the expression of an honest man, hehehe). Energic (kalo lagi eror teh suka... umm, melted, nyahahaha... jijay), humble and mature (it feels like the world is sooooo safe, nothing to be afraid of... ), a little bit childish (the atmosphere makes me want to love the person more. Upps!
), the deep look (the look showing a lot of kindness, love, and care, ini mah Rachma liat di tv ketang, jadi gpp lah masukkin blueprint, namanya juga ngayal... bisa milih, hihihihi)... and this, and that,,, this,,, this,,, also this,,, and that,,, dipikir-pikir... banyak amat maunya, hahahah. Kalo kata Mama mah...
yang dipertimbangkan tuh yang prinsipil-prinsipil aja, jangan kebanyakan mikir... mu nikahnya kapan? Dan Rachma pun berkomentar,
tenang Ma... kalo udah ketemu orang yang tepat mah, langsung nikah... gak pake ditunda-tunda. Abis itu mikir-mikir... perlu miracle kali yak, ketemu orang terus langsung sreg nikah, heuheuheuh.
Dah dulu ah chit chatnya... corat coret hari ini dicukupkan sekian sajah.
And I pray to God,
when I meet you...
I can recognize clearly
that you are the one I am longing to live with.